Pedagogi-Cybergogy

PEDAGOGY- CYBERGOGY

Pedagogy

Pendidikan di era Revolusi Industri 4.0 dan 5.0  telah berkembang dari pedagogy sampai ke cybergogy. Dahulu pada zaman saya SD, tahun 1970-an, siswanya sangat banyak. Kami duduk di bangku kayu panjang di belakang meja dari kayu jati yang berat sekali. Satu bangku diisi enam anak berhimpitan. Di depan kelas ada papan tulis hitam, tuding, kapur, dan penghapus. Guru mengajar menggunakan fasilitas tersebut untuk menulis, membaca, dan berhitung. Siswa mendengarkan guru mengajar, menjawab pertanyaan, atau perintah yang disampaikan guru secara langsung (direct teaching). Pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered), di mana guru sebagai pengajar sekaligus sebagai sumber pengetahuan.  Seperti itulah gambaran pedagogy.

Johann Friederich Herbart (1776-1841), dari Jerman, yang dikenal sebagai the father of pedagogy, menyatakan bahwa pedagogi memiliki lima komponen yaitu preparasi, presentasi, asosiasi, generalisasi, dan aplikasi. Tahap Preparasi adalah tahap di mana guru mempersiapkan perangkat pembelajaran, seperti Metode, Strategi, RPP, LKPD, Media, Bahan ajar, dan alat evaluasi (asesmen). Tahap presentasi adalah tahap di mana guru dan siswa hadir di kelas melaksanakan kegiatan pembelajaran; ada kegiatan pembukaan, inti, dan penutup. Tahap asosiasi adalah tahapan di mana siswa menghubungkan berbagai pengetahuan yang ada di dalam shor-term memory dan long-term memory untuk membangun pemahaman (konseptualisasi). Tahap generalisasi adalah tahap siswa mengambil makna umum dari apa yang dipelajari yang sekiranya dapat dipakai dalam berbagai konteks baru. Tahap aplikasi adalah tahap penerapan konsep yang telah dipelajari siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya berkembang teori Pedagogi Kritis (Critical Pedagogy), yang memandang bahwa pendidikan sebagai tindakan politik, menolak netralitas pengetahuan, dan bertujuan untuk meningkatkan keadilan dan demokrasi. Pedagogi kritis membahas isu-isu kemanusiaan, membangkitkan kesadaran manusia akan kebebasan dari penindasan.  Pendidikan merupakan kritik sosial dan aksi politik untuk mewujudkan demokrasi dan keadilan sosial dan ilmu yang bermanfaat bagi umat manusia. Pedagogi kritis digagas oleh Paulo Freire seorang filosof dan pendidik dari Brazil yang kemudian menjadi dosen di Harvard University. Ia menulis buku berjudul Pedagogy of the Oppressed pada tahun 1968. Ia menggagas Pendidikan sebagai gerakan yang melawan rasialisme, sexism, dan oppression. Di sisi lain, pendidikan mendorong penegakan hak azasi manusia, hak rakyat, hak orang berkebutuhan khusus, dan hak penduduk asli. 

Andragogy

Andragogy adalah Pendidikan untuk orang dewasa (adult learning). Cirinya peserta didik sudah mampu menentukan arah belajarnya sendiri (self-directing), mereka sudah memiliki tujuan belajar sendiri karena pada umumnya mereka sudah bekerja. Andragogy banyak dilakukan di pusat-pusat pelatihan (training center). Teori Andragogi yang terkenal adalah dari Malcolm Shepherd Knowles (1984). Ada empat karakteristik andragogi, yaitu:

  1. Pengalaman pelajar – Orang dewasa sudah memiliki banyak pengalaman, di mana pengalaman tersebut digunakan untuk sumber belajar.
  2. Kesiapan belajar – Orang dewasa memiliki kesiapan untuk belajar; ia memiliki kesiapan untuk menerima tugas belajar dan kesiapan social berinteraksi dengan teman belajar.
  3. Orientasi belajar – Orang dewasa memiliki perubahan perspektif dari belajar pengetahuan ke aplikasi pengetahuan.
  4. Motivasi belajar
  5. Motivasi belajar orang dewasa pada umumnya bersifat intrinsic (Knowles, 1984:12).
Knowles (1984) menyarankan empat prinsip penerapan andragogi, sebagai berikut:
  1. Orang dewasa perlu terlibat di dalam perencanaan dan evaluasi pembelajaran.
  2. Pengalaman peserta didik (termasuk kesalahan) menjadi dasar kegiatan belajar.
  3. Orang dewasa sangat tertarik mempelajari materi yang memiliki relevansi dan peran terhadap bidang pekerjaannya dan kehidupannya.
  4. Pembelajaran orang dewasa bersifat problem-centered bukan pada materi (isi) (Kearsley, 2010)

Gambaran umum andragogy-cybergogy dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.

Gambar 2. Pedagogy, Andragogy, Heutagogy, Peeragogy, dan Cybergogy

Heutagogy

Pendidikan di Abad 21 menggunakan prinsip belajar sesuai keinginan siswa yang oleh pemerintah dikenal dengan konsep Merdeka Belajar. Apa yang dipelajari siswa sangat  ditentukan oleh masing-masing siswa, sesuai dengan cita-cita, bakat, dan minatnya. Heutagogy mengusung prinsip self-determined learning, atau belajar sesuai keinginan siswa. Siswa menentukan materi yang dipelajari, cara belajar, dan waktu belajar yang diperlukan. Guru bukanlah sumber pengetahuan utama, tetapi belajar menggunakan multisumber, termasuk sumber dari situs web atau internet. Guru memiliki peran sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa belajar. Fokus pembelajaran bukan lagi pada materi, tetapi pada cara belajar. Kecakapan hidup abad 21 yang dikenal sebagai 7C menjadi kecakapan yang dikembangkan dalam diri siswa. Hase and Kenyon (2000), menyatakan ada beberapa ciri Heutagogy seperti berikut ini.

Gambar 3. Prinsip Heutagogy (https://isrspace.com/heutagogy/)

  1. Self-determined learning, belajar ditentukan oleh siswa meliputi apa yang dipelajari, cara belajar, dan waktu belajarnya sesuai dengan bakat, minat, dan cita-citanya.
  2. Self-efficacy, siswa memiliki keyakinan bahwa ia dapat belajar secara mandiri dan berhasil dalam belajarnya.
  3. Beyond one’s expertise and disciplin, tidak sebatas kepakaran satu orang atau satu disiplin ilmu.
  4. Non-teacher centered learning, pembelajaran tidak berpusat pada guru, tetapi pada siswa. Siswa yang aktif melakukan eksplorasi, investigasi, organisasi, dan konseptualisasi.
  5. Process oriented learning, pembelajaran berorientasi pada proses bukan pada materi, yaitu pada cara belajar yang baik, efektif, dan efisien.
  6. Beyond content oriented learning, pembelajaran tidak sekedar berorientasi pada konten atau materi, sebab materi sudah ada di mana saja, dapat dipelajari kapan saja, dan dari mana saja.
  7. Non-linier design learning, pembelajaran tidak selalu mengikuti disain guru, tetapi mengikuti kebutuhan siswa. Pembelajaran biasanya didisain dengan urut: pendahuluan, inti, penutup yang dikenal dengan pembelajaran linier. Di dalam heutagogy, siswa belajar tidak selalu mengikuti urutan seperti itu. Siswa mungkin akan belajar materi 3, 1, baru 2 atau tidak urut. Penggunaan internet untuk belajar misalnya, akan memberi kebebasan yang tinggi terhadap siswa. Sebagai konsekuensinya, materi ajar dapat dipelajari siswa dalam urutan yang berbeda-beda.
  8. Self-exploration and metacognition, pembelajaran memberi kebebasan siswa untuk melakukan eksplorasi sendiri-sendiri apa yang dipelajari. Ada yang menggunakan internet, ada yang melakukan observasi lapangan, dan ada yang melakukan wawancara. Sebagai akibatnya, hasil belajar dan pengalaman siswa akan beragam. Dengan demikian metakognisi siswa juga akan beragam.

Peeragogy

Peeragogy adalah Pendidikan yang menekankan adanya kolaborasi antar peer (teman sebaya). Menurut Rheingold et al. (2015) Peeragogy menekankan pentingnya Kerjasama (kolaborasi) dan sharing pengetahuan antar siswa dalam proses pembelajaran. Jadi ada dua hal penting di dalam Peeragogy yaitu belajar secara kooperatif/kolaboratif dan sharing pengetahuan antarsiswa. Peeragogy biasa digunakan di dalam PBL dan PjBL di mana siswa secara kolaboratif memecahkan masalah dan mengerjakan proyek. Oleh karena itu, peeragogy juga mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif.

Ada 7 elemen yang dapat dibangun di dalam Peeragogy, yaitu:

  1. Trust, kepercayaan
  2. Support, dukungan
  3. Inspiration, inspirasi
  4. Assist, bantuan
  5. Teamwork, kerja tim
  6. Share, pertukaran
  7. Exchange, pertukaran
  8. Success, kesuksesan

Bagaimana kita menumbuhkan delapan elemen peraagogy di kelas pembelajaran biologi? Ada beberapa cara agar Peeragogy dapat kita kembangkan di kelas.

  1. Belajar dalam kelompok
  2. Menggunakan PBL
  3. Menggunakan PjBL
  4. Membangun kelompok dengan minat belajar yang sama.

Cybergogy

Cybergogy adalah pembelajaran yang memanfaatkan internet dan teknologi virtual sebagai wahana belajar (Hase & Kenyon, 2001). Keberadaan website dan sumber belajar digital serta internet merupakan sumber utama dalam cybergogy. Perangkat elektronik, terutama computer, tablet, smartphone merupakan piranti pendukung utama pembelajaran. Cybergogy sebagai “Engaged Learning Model” telah didisain oleh Dr. Minjuan Wang dari ducational Technology, San Diego State University, dan Dr. Myunghee Kang dari Educational Technology, Ewha Womans University, Korea selatan. Wang and Kang (2006) mendeskripsikan model tersebut terdiri atas tiga domain, yaitu kognitif, emotif, dan social (Gambar 4).  Domain kognitif meliputi faktor  pengethuan awal, tujuan pembelajaran, aktivitas belajar, dan gaya belajar.

Gambar 5. Engaged Learning dalam Cybergogy (Wang et al., 2009).

Domain emotif meliputi faktor perasaan diri, perasaan komunitas, perasaan atmosfer belajar, dan perasaan proses belajar. Sedangkan domain social meliputi faktor atribusi diri, konteks, komunitas, dan komunikasi. Dengan demikian cybergogy perilaku, intelektual, dan emosi terlibat di dalam kegiatan belajar (Wang & Kang, 2006; Wang, 2007).

Referensi :

Brubacher, J. S. (1996). A History of the problems of education. 2d ed. Foundations in Education. McGraw-Hill.

Burbules, N. C., & Raybeck, N.  (2003). “Philosophy of education: Current trends.” In Encyclopedia of Education. 2d ed. Vol. 5. Edited by James W. Guthrie, 1880–1885. Macmillan.

Carrier, S. I., & Moulds, L. D. (2003). Pedagogy, andragogy, and cybergogy: exploring best-practice paradigm for online teaching and learning. Sloan-C 9th International Conference on Asynchronous Learning Networks (ALN), Orlando, USA PPT

Cronin, J., McMahon, J.P. & Waldron, M. (2009). Critical survey of information technology use in higher education — blended classrooms. In C. R. Payne (Ed.). Information technology and constructivism in higher education: progressive learning frameworks, (pp.203-215). Information Science Reference.

Hase, S. (2001). Self-determined learning (heutagogy): Where have we come since 2000?

Hase, S. & Kenyon, C. (2001). Moving from andragogy to heutagogy: implications for VET, AVETRA. Adelaide, March.

http://www.avetra.org.au/Conference_Archives/2001/abstracts.shtml.

Knowles, M. (1984). The adult learner: A neglected species (3rd Ed.). Gulf Publishing.

Knowles, M. (1984). Andragogy in action. Jossey-Bass.

Kearsley, G. (2010). Andragogy (M.Knowles). The theory Into practice database. Retrieved from http://tip.psychology.org

Ellis, A. K., John, J. C., & Kenneth, R. H (1991). Introduction to the Foundations of Education. 3d ed. Allyn & Bacon.

Frankena, William K. (2003). Philosophy of education: Historical overview.” In Encyclopedia of Education. 2d ed. Vol. 5. Edited by James W. Guthrie, 1877–1880. Macmillan.

Jackson, P. W. (2011). What is education?  University of Chicago Press. DOI: 10.7208/chicago/9780226389394.001.0001

Noddings, N. (2018). Philosophy of Education. 4th ed. Routledge. DOI: 10.4324/9780429494864

O’Neill, W.F. (1981). Educational ideologies: Contemporary expressions of educational philosophy. Goodyear.

Stevenson, L. & Haberman, D.L. (2008). Ten theories of human nature. 5th ed. Oxford University Press.

Wang, M. J. & Kang, J. (2006). Cybergogy of engaged learning through information and communication technology: A framework for creating learner engagement. In D. Hung & M. S. Khine (Eds.), Engaged Learning With Emerging Technologies (pp. 225-253). Springer Publishing.

Wynne, J. P. (1963). Theories of education: An introduction to the foundations of education. Harper’s Series on Teaching. Harper & Row.

nn, nd. International STEM Research. https://isrspace.com/heutagogy/

Doppelt, Y. (2003). Implementation and assessment of project-based learning in a flexible environment. International Journal of Technology and Design Education, 13(3), 255-272

Grant, M.M. & Branch, R.M. (2005). Project-based learning in a middle school: tracing abilities through the artifacts of learning. Journal of Research on Technology in Education, 38(1), 65-98.

Holubova, R. (2008). Effective teaching methods – project-based learning in physics. US-China Education Review, 12(5), 27-35.

Karaçalli, S. & Korur, F. (2014). The effects of project-based learning on students’ academic achievement, attitude, and retention of knowledge: the subject of “electricity in our lives”. School Science and Mathematics, 114(5), 224-235